Renungan





“Sesungguhnya Allah SWT tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Ar-Ra’du; 11)





Kamis, 19 April 2012

BBM Berimplikasi Kejahatan

oleh: Moh. Syamsul Falah
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tinggal menunggu hari, sebab rencananya pemerintah akan tetap memberlakukan kenaikan BBM mulai tanggal 1 april 2012 akan segera tiba, hal tersebut tentunya akan mengecewakan banyak pihak, sementara langkah-langkah pemerintah dalam mengambil keputusan sudah tidak dapat berubah. Ironisnya, menjelang kenaikan BBM di pelbagai SPBU telah mengalami kehabisan.
Meskipun pemerintah menaikan 10% gaji PNS dan bantuan bersubsidi seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi orang miskin tetapi hal tersebut tidak selamanya berlaku bahkan rencananya pemerintah akan memberikan BLT hanya 9 bulan saja setelah pemerintah menaikkan BBM. Sunggguh sulit bagi orang yang lemah dan tidak mampu untuk hidup di Negara ini, meskipun pemerintah memberlakukan 12 tahun wajib sekolah dengan cara gratis tetapi mereka yang tidak mampu makan sehari-hari saja tidak cukup apalah arti sekolah gratis. Sementara orientasi keluarga menuntut anak untuk bekerja demi sesuap nasi dan menyambung hidup. Dengan demikian, upaya pemerintah dalam mensosialisasikan pendidikan gratis akan mendapatkan ganjalan untuk merealisasikannya.
Situasi dan kondisi yang kian mencekam dan memperihatinkan mengisyarahkan lagu Nike Ardila yang berjudul ”hidup penuh sandiwara” inilah realita yang ada, dan tidak dapat kita pungkiri adanya. Pemerintah memberikan iming-iming kenaikan BLT dan pendidikan gratis hanya ibarat sebuah mata forgana, artinya pemberian kebahagian hanya selintas saja tetapi kesusahan seolah-olah tidak ada hentinya.
Padahal implikasi dari kenaikan BBM tidak sedikit, diantaranya;
Pertama, kenaikan angkot, sembako, makanan, minuman, dan lain-lain pasti akan mengalami lonjakan harga yang cukup signifikan, sehingga kenaikan BBM akan dimanfaatkan para pembisnis dengan berbagai alasan naik karena ini itulah. Ironisnya, ketika BBM turun seperti semua misalnya berubah dari awalnya 6.000 menjadi 4.500 atau 5.000 mereka tidak mau menurunkan sembako dan barang dagangnya.
Kedua, jumlah kemiskinan akan meningkat di berbagai daerah atau wilayah. Dengan kenaikan BBM perusahaan besar akan memPHK karyawannya yang dinilai tidak dibutuhkan. Artinya manajemen perusahaan akan merampingkan atau mengefisienkan kerja karyawanya sehingga perusahaan dapat menghemat dan menekan biaya pengeluaran perusahaan. Endingnya para karyawan keluar dan minta pesangon, yang berdampak demo serta berimbas pada penurunan mata uang rupiah.
Ketiga, kejahatan pencurian, perampasan dan perampokan akan mengalami peningkatan yang signifikan demi mempertahankan hidup di dunia. Kita dapat berlajar dari pengalaman beberapa tahun yang lalu sejak terjadi kelonjakan harga BBM. Trauma psikologis bagi yang pernah mengalaminya untuk mengobatinya membutuhkan waktu yang lama.
Keempat, korupsi justru akan meraja lela terutama penyimpangan bagi aparat desa. Pemerintah sudah pernah melakukan BLT dan Raskin, tetapi program pemerintah tersebut dibuat kesempatan melakukan penyimpangan melalui pemberian orang yang tidak haknya. Alhasil, pemberian tersebut banyak tidak sesuai sasaran, mereka yang meninggal dunia dianggap masih hidup, mereka yang cukup mengaku orang yang tidak mampu.
Kelima, para pembisnis pemula akan mengalami sekeptis yang berlebihan mengingat kekhawairan yang berlebihan terhadap usahanya, apalagi sumber modalnya dari bank, dari satu sisi pemerintah menyarankan dan memudahkan dalam membuka usaha dari satu sisi mereka harus menghadapi kondisi ekonomi yang demikian.
Keenam, ilmu hipnotis akan menjadi incaran bagi orang-orang, mereka yang mempunyai ilmu hipnotis yang kurang mendekatkan kepada Tuhan akan memanfaatkan hipnotis sebagai gendam sehingga dapat dengan mudah menghasilkan tanpa susah payah. Minta mempelajari ilmu hipnotis akan semakin meningkat dengan adanya tuntutan hidup yang akan terjadi di Negara ini.
Ketujuh, berobat kepada perdukunan akan semakin meningkat. Mengingat berobat di rumah sakit semakin mahal. Frame thingking akan kembali ke masa silam bagi orang yang tidak mampu, yang semestinya hal tersebut harus ditinggalkan. Tuntutan zaman yang kian mencekam orang-orang tindas yang mempunyai daya upaya untuk melawan kondisi kapitalis yang kian meraja lela dan merambah di daerah-daerah. Para feodal kehidupannya hanya mengarah pada hedonisme (berhura-hura) saja, sementara para petindas hanya memiliki prinsip dapat mempertahankan hidup saja.
Artinya, sekian malasah akan mengundang banyak madlorot yang bakal terjadi di Negara ini, yang akan mempersulit kehidupan orang yang tidak mampu. Pembebanan itu tidak akan terasa di masa sekarang, tetapi dalam waktu dua dan tiga tahun yang akan datang kesengsaraan bagi orang yang tidak mampu akan semakin berat memikul beban hidup di Negara ini. Oleh sebab itu, langkah para mahasiswa yang rencananya akan mengadakan demo di berbagai daerah dengan kata-kata BBM naik, SBY turun merupakan bentuk kekecewaan dan kekesalan rakyat terhadap pemerintahan yang ada.
Tuntutan hidup yang demikian sulitnya hanya akan menjauhkan diri kepada para ulama, sebab orientasi rakyat pada umumnya hidup untuk makan, bukan makan untuk hidup. Kalau kondisi sudah demikian adanya. Maka mereka itu akan lari kepada ulama, padahal dalam sebuah hadis telah disebutkan bahwa akan datang suatu masa di mana orang-orang pada lari dari ulama, kecuali manusia akan mendapatkan tiga cobaan besar. Pertama Allah akan menghilangkan barokah bumi seisinya, kedua Allah akan menjadikan pemimpin yang dholim, ketiga orang-orang akan meninggal dunia dalam keadaan dholim.
Akibat dari kenaikan BBM tahun ini tentunya imbasnya jauh lebih besar dari kasus kenaikan BBM beberapa tahun yang lalu. Oleh sebab itu, kita hanya dapat pasrah kepada pemerintah yang memberikan kebijakan. Namun, untuk mengantisipasi dari implikasi-implikasi tersebut pemerintah harus mempersiapkan segala halnya. Akibat kenaikan BBM ini dampak kejahatan tidak terlalu meluas sehingga hidup tetap aman lho jinawe.
Solusi dari dampak tersebut, pemerintah harus memberikan keamanan yang ekstra ketat di tempat-tempat yang sekiranya mudah memicu kehajatan pencurian dan perampokan, serta dituntut tegas dan adil dalam bertindak sehingga mereka yang mempunyai niat jahat takut atas risiko yang mereka lakukan. Pelaku korupsi harus ditindak tegas, tidak hanya disuruh mengembalikan harta yang telah dikorupsi atau memiskinkan pelakunya. Bila perlu mereka yang melakukan korupsi melebihi satu miliar harus dihukum mati, seperti hukum mati bagi para koruptor yang ada di china. Dengan begitu, pelaku korupsi dijamin tidak akan meluas, apalagi bagi kourptor pemula. Di samping itu, seruan dakwah bil lisan dan bil hal harus dilakukan sebab itu dapat menenangkan jiwa, setidaknya dengan sentuan-sentuan rohani dapat meminimalisir niat jahat seseorang.
Pemerintah juga harus mengawal ketat terhadap pemberikan BLT sebab pengalaman tahun yang lalu bahwa pemberian itu banyak salah sasaran akibanya momentum tersebut dimanfaatkan oleh pejabat desa. Terkadang orang tidak berhak mendapatkan malah mendapatkan BLT, sementara yang semestinya dapat justru tidak mendapatkan BLT, kejadian ini hampir merata di seluruh seluruh kabupaten ada.

Moh. Syamsul Falah adalah ketua umum IKBAL TABAH dan Pempinan Pendidikan Diniyah Formal kranji

Ujian Nasional Memanusiakan Manusia

Perbincangan Ujian Nasional baik tingkat SD/SMP/SMA selalu menarik dibicarakan, mulai dari kasus bocoran kunci jawaban, kekurangan soal, pengawas yang ketiduran, dan masih banyak kasus-kasus yang selalu akan terjadi di dunia pendidikan terutama terkait dengan UN. Sebab selama ini UN dianggap sebagai penentu masa depan anak-anak bangsa. Namun demikian, kasus UN juga selalu menjadi momok bagi siswa, tenaga pendidik dan masyarakat. 
Bahkan kontroversi ada dan tidak adanya UN juga selalu menjadi pembicaraan yang selalu hangat untuk dibahas, sebagian berasumsi bahwa UN sudah tidak perlu diadakan sebab penentuan anak bangsa tidak cukup dengan Ujian Nasional yang hanya dilaksanakan beberapa hari saja. Sebagian yang lain mengatakan bahwa UN harus tetap diadakan sebab untuk menguji keberhasilan harus diadakan suatu evaluasi yang terukur dan akuntabilitas.
Kedua argumen yang sering diperbincangkan tersebut baik di media cetak atau televisi selalu tidak ada habis-habisnya, memang kedua argumen itu tidak salah tetapi dari satu sisi juga salah. Tidak salah karena sesuatu kegiatan patut untuk diukur berhasil dan tidak berhasilnya suatu kegiatan, salah karena cara mengukur dan alat yang dibuat mengukur suatu kegiatan juga salah, sehingga berdampak hasil yang kurang tepat. Masing-masing argumen mempunyai sisi kelemahan dan kelebihan.
Kelemahan pertama diakibatkan oleh ketidak percayaan bahwa ujian nasional tidak akan dikerjakan 100% oleh siswa/siswinya, sehingga UN dianggap tidak penting dan kurang mencerdaskan peserta didik bahkan sebaliknya. Hal tersebut terjadi karena ketakutan para pendidik terhadap anaknya yang tidak lulus UN yang berdampak tidak mendapatkan siswa dikemudian hari. Kasus ini juga terbukti sekolah di Surabaya yang siswanya tidak banyak yang lulus sehingga peminat siswa terhadap lembaga menurus secara derastis. Begitu juga kasus yang pernah terjadi di dunia pendidikan terkait dengan lembaga pendidikan menyewa seseorang (joki) untuk mengerjakan soal UN, karena takut siswanya tidak lulus. Dan masih banyak kasus-kasus UN yang bermasalah yang disebabkan oleh UN, sehingga UN menjadi momok masyarakat sesuatu yang menakutkan. Tidak heran kalau sebagian pengamat pendidikan mengatakan bahwa ”Ujian Nasional tidak memanusiakan manusia”. Tidak salah kalau kemudia ada sebagian pengamat pendidikan yang mengatakan UN tidak perlu diujikan.
Kelemahan kedua salah kalau Ujian Nasional tidak diperlukan, sebab segala sesuatu harus diukur dan dievaluasi. Memang segala sesuatu perlu diukur dan dievaluasi, persoalanya adalah apakah alat yang dibuat ukur sudah tepat 100%? Jangan-jangan alat yang dibuat ukur tidak valid dan tidak akuntabilitas? Sehingga alat ukur itu sendiri yang menjadikan momok yang menakutkan bagi khalayak masyarakat. Kalau kita analisa bahwa alat ukur yang diberikan oleh pemerintah masih jauh dari sasaran. Memang kalau dilihat dari kisi-kisi UN sudah ada, dengan kata lain, soal yang akan diujikan sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat pemerintah. Tetapi yang menjadi persoalan apakah kisi-kisi itu sudah sesuai dengan latar belakang budaya dan georafis siswa? Jawaban tentu tidak sebab budaya dan georafis di Indonesia berbeba-beda, seperti papua tentu tidak dapat disamakan dengan jawa dan begitu pula yang lainnya. Di samping itu, diakui atau tidak adanya UN tentu ada unsur kepentingan politik dari berbagai pihak dari pemerintah sampai satuan pendidikan.
Sebab selama ini, ada kesan dari masyarakat bahwa pada waktu UN bukannya peserta didik yang mengerjakan soal UN tetapi guru yang mengampu materi UN yang mengerjakannya, sementara peserta didik tinggal menunggu hasil jawaban yang sudah dikerjakannya. Kalau situasi dan kondisi tersebut sudah merajalela, pemerintah tidak perlu lagi berharap pendidikan berbasis berkarakter akan berhasil tetapi justru akan jauh dari keberhasilan. Harapan pendidikan berbasis karakter akan menjadi impian semu, seperti pepatah orang Jepang yang berbunyi “Visi tanpa aksi seperti mimpi di siang bolong. Aksi tanpa visi adalah mimpi buruk”.
Oleh sebab itu, dibutuhkan langkah-langkah bijak yang dapat menghargai kedua belah pihak, yaitu dengan cara tetap diadakanya UN akan tetapi yang menentukan kelulusan dari masing-masing satuan pendidikan sehingga kelulusan tidaknya peserta didik dapat dilihat aktif tidaknya mereka begitu pula sisi kognitif, psikomotorik, dan afektifnya. Dengan demikian, pemerintah tidak merasa terbebani, begitu pula satuan pendidikan dan pendidik tidak merasa beban moral sehingga keseriusan peserta didik dalam menghadapi UN akan belajar dengan serius tidak mengantungkan kepada guru atau lembaga, maka secara tidak langsung peserta didik akan muncul kepercayaan dirinya dan pengembangan pendidikan berbasis karakter akan dapat dimanifestasikan dalam wujud UN.
Bila langkah-langkah tersebut dilaksanakan akan berdampak positif bagi semua pihak, tujuan evaluasi baik tujuan umum evaluasi maupun tujuan khusus evaluasi akan sesuai harapan yang dicita-citakan. Ketidak lulusan peserta didik dapat menjadi tanggung jawab mereka sendiri manakalah mereka tidak serius dalam menghadapi masa-masa di sekolah, begitu juga guru melaksanakan tugasnya membuat soal seperti kisi-kisi yang telah ditentukan oleh pemerintah sehingga masing-masing pihak tidak ada yang dirugikan. Bahkan akan terjadi saling menghargai satu sama lain atas tugas yang diembannya. Hal ini bukan berarti menyisikan atau mengesampingkan output dari Ujian Nasional, di mana antara lain alasan pemerintah adanya UN karena menjaga harkat dan martabat bangsa dengan Negara lain. Tetapi dengan cara yang demikian, Negara dan bangsa akan terangkat, justru sebaliknya, dengan cara-cara yang tidak jujur siswa menjadi kurang memiiki sikap percaya diri.


Moh. Syamsul Falah adalah ketua umum IKBAL TABAH dan Pempinan Pendidikan Diniyah Formal kranji


Jumat, 06 April 2012

dokumntasi yang tersisa

kegiatan IKBAL TABAH
bener MUBES TH 2010
 serijab ketum ikbal domisioner kepada ketum terpilih
 kunjungan gus dur ke pondok kranji.
 kunjungan ke sang guru
ekspose di sela sela reuni akbar dan mubes tahun 2010
 rapat pleno MUBES IKBAL TABAH

FOTO PENGURUS PUSAT IKBAL TABAH PERIODE 1431-1434

Ketua Umum : H. Moh. Syamsul Falah, M. Pd
 Sekretaris Jendral: Moh. Nur Huda, S. Sos
 Ketua I : Abdul Manan, S. Pd. I
 Ketua II: M. Nashiruddin Amin, M. Si
 Ketua III : Masyhadi, S.H.I

 Ketua IV : Abdul Qohar, M. Pd.
 Sekretaris I : Raihan Asslamy, S. Pd. I
 Sekretaris II : Anang Ramli, S. Pd. I


 Sekretaris III : Nahrawi, S. Pd. I
 
  Sekretaris IV : Hakim Purnomo, S. Sos. I

 
Bendahara Umum : Hj. Durratun Aniqah, SQ.


Bendahara I : Kholilurrahman, S. Pd.I